Skip to main content

Hijrah

Terhitung 1 Desember 2017, status kepegawaian saya berubah dari Pegawai daerah menjadi Pegawai Pusat. Alhamdulillah proses pengalihan status kepegawaiannya berjalan lancar dan relatif singkat bahkan lebih cepat dari yang dibayangkan. Proses pengurusan kepindahannya jauh lebih singkat dibanding proses pengambilan keputusan pindahnya.
Sejak kepulangan dari Australia menyelesaikan Program Doktor 5 tahun lalu, beberapa teman-teman mengajak untuk bergabung di Jakarta. Tawaran yang sama juga disampaikan keluarga dan teman-teman di Kampung halaman, Sulawesi Barat. Ada yang berpandangan sudah saatnya untuk memberikan kontribusi kepada daerah sendiri. Dengan berbagai pertimbangan, tetap saja masih memilih untuk mengabdi di Kabupaten Paser, tempat dimana TMT saya sebagai PNS dimulai kurang lebih 18 tahun lalu. Prinsifnya, dimanapun bekerja, sepanjang tetap bisa berkontribusi dan memberikan yang terbaik terhadap lingkungan kerja, masyarakat atau wilayah dimana bekerja, maka secara tidak langsung itulah kontribusi yang bisa diberikan kepada keluarga termasuk kampung halaman.
Banyak yang bertanya, lalu mengapa sekarang akhirnya memutuskan untuk pindah ke Jakarta? Ada yang berpendapat bahwa kalau persoalan jenjang karir, di daerah malah lebih prospek dibanding di pusat untuk mencapai jenjang karir tertinggi di daerah.

Selain alasan normatif terkait dengan pengembangan karir, ada alasan yang memang terkesan lebih subjektif, yaitu terkait dengan masa depan anak-anak. Dalam 3 tahun terakhir ini, anak-anak mulai bergeser dari daerah ke Jakarta untuk alasan melanjutkan pendidikan ke sekolah-sekolah yang lebih berkualitas. Puncaknya pada pertengahan tahun 2017 ini ketika semua anak-anak sudah pindah ke Jakarta. 2 anak saat ini menempuh pendidikan setingkat SLTP disebuah Pesantren di kawasan BSD Tangerang dan 1 nya melanjutkan pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi swasta di Jakarta. 1 Semester berlalu, kepindahan anak-anak nampaknya sangat terasa di lingkungan keluarga. Musik hingar bingar yang sering kedengaran dari bilik kamar anak dan senda gurau yang kadang-kadang dihiasi pertengkaran kecil dari anak-anak tidak terdengar lagi. Ada kerinduan yang muncul begitu kuat terhadap suasana itu terutama ketika sudah berkumpul berdua dengan istri dirumah. Ada kesadaran yang muncul bahwa nampaknya keputusan mengirim anak-anak keluar daerah terlalu dini.  Masih ada keinginan untuk dekat dengan anak-anak tetapi sudah tinggal jauh berjarak. Tetapi pilihan itu juga diambil untuk sebuah keinginan jangka panjang agar anak-anak bisa mengenyam pendidikan yang lebih baik dan mengantarkan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari orangtua. Pergolakan pikiran itu kemudian membawa kepada keputusan untuk hijrah ke Jakarta. 

Comments

Popular posts from this blog

Tak Jadi Santap Siang Bareng Presiden

Meraih emas kategori the best speakers (pembicara terbaik) pada ajang National School Debating Championship (NSDC) di Palu, Sulawesi Tengah pada 10–16 Agustus, bisa mengobati kekecewaan Agung Aulia Hapsah. Pasalnya, pelajar SMA 1 Tanah Grogot, Kabupaten Paser itu, harus merelakan kesempatan emas bertemu Presiden Joko Widodo. Pada saat bersamaan, Agung yang cukup terkenal sebagai salah satu YouTuber tersebut mendapat undangan makan siang bersama Presiden di Istana Negara bersama YouTuber nasional lainnya, seperti Arief Muhammad, Cheryl Raissa, dan Natasha Farani. Ali Hapsah, ayah Agung membenarkan hal itu. Pasalnya, Agung harus terbang ke Palu untuk mewakili Kaltim.  “Agung adalah salah seorang yang diundang Pak Presiden. Tapi tak bisa hadir, karena harus mengikuti lomba debat bahasa Inggris di Palu,” kata Ali Hapsah. Meski demikian, pria ramah itu mengaku bangga karena karya-karya Agung khususnya di bidang sinematografi, mendapat perhatian dari presiden. “Apa yang dicapai Agun

Conducting Community Development Work in Developing Countries

INTRUDUCTION In the last two decades, countries throughout the world including developed and developing countries were faced the dramatic impacts of global reformation. This new restructuring suggest that we are moving rapidly from the era of the nation states toward a global community dominated by regional market economies and growing interdependence. It has become routine for international observers to point out the surprising changes have taken place in all aspect of global life politically, economically, socially and even culturally. However, a real "new world order" remains mysterious. While experts may claim the global spread of democracy, political and economic instability has reached an unparalleled level. Among developing countries remain experience economic crisis. The gap between rich and poor has doubled in the past three decades, so that we now live in a world in which 20% of its people consume more than 80% of its wealth. During the 1980s, per capita incom

Community Development: Between Expectation and Reality

INTRODUCTION Modernization promoted by western countries, followed by economic rationalism, has shown remarkable achievement. The presumption to its unquestionable success was based on the attaining of high performance of economic growth due to the high rate of investments in industrial sector. The development strategies following this approach is the achieving a maximum production by maximally managing resources with the purpose for people benefit. The principle of this strategy is that the increase of production would automatically increase the benefit for community. However, a range problem, including poverty, environmental deterioration, and the isolation of people from the development process, came up together with this sophistication.  It clearly indicates that this success unable to fulfil the most essential need for human being socially, economically and politically, which are the need for community to live with their environment harmonically, and the need for them to live in h