Hari ini (15/01/2018) Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Bina Pemagangan, Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktifitas menggelar Seleksi
Nasional I Peserta Magang ke Jepang tahun 2018 di Bandung. Kegiatan ini merupakan kegiatan reguler tahunan kerjasama Kementerian Ketenagakerjaan dengan IM Jepang (International Manpower Development Organization). Sehari sebelumnya ada selebaran dari salah satu serikat buruh yang menggugat kebijakan
pemerintah melalui program pemagangan yang diatur dalam Permenaker Nomor 36
Tahun 2016 tentang Pemagangan Dalam Negeri. Nampaknya selebaran tersebut mengkritisi sistem pemagangan dalam negeri.
Subtansi dari selebaran tersebut adalah seruan penolakan terhadap
kebijakan pemagangan. Para buruh berpandangan bahwa sistem magang merupakan
upaya pemiskinan kaum buruh dan dianggap bentuk penindasan negara terhadap kaum
buruh melalui regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Sistem kerja
magang dianggap tidak memberikan kepastian kerja, pemberian upah murah yang
penetapannya dilakukan semaunya oleh pengusaha. Hak-hak pekerja seperti pesangon
ketika diberhentikan sebagai peserta magang tidak diatur, dan posisi pekerja
sangat fragile yang sewaktu-waktu dapat diterminasi oleh perusahaan tanpa ada
daya untuk melakukan pembelaan diri. Pendek kata, serikat buruh berpendapat
bahwa regulasi yang ada tak satupun yang pro terhadap kepentingan kaum
buruh. Mereka mengklaim realita yang ada kaum buruh semakin menderita dan melarat.
Munculnya keberatan tersebut menandakan bahwa pertimbangan filosofis dan
sosiologis dari keluarnya Permen 36 tahun 2016 belum sepenuhnya dipahami para
pekerja. Selain itu, barangkali serikat pekerja menemukan dilapangan ada celah sistem
kerja magang yang digunakan pengusaha untuk merekrut atau mengganti tenaga
kerja yang ada dengan pekerja Magang. Ditenggarai bahwa upaya-upaya itu
dilakukan agar pengusaha bisa meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.
Pemagangan
adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu dalam
rangka penguasaan keterampilan atau keahlian tertentu. Hal ini penting
mengingat data menunjukkan bahwa lulusan lulusan sekolah kejuruan formal (SMK)
termasuk lulusan SMA atau lulusan pendidikan kejuruan formal (Politeknik) dan
perguruan tinggi lainnya bahkan luluasan pelatihan kerja itu sendiri “gagal”
menciptakan alumni atau lulusan yang mempunyai kompetensi, keterampilan dan
sikap kerja yang dibutuhkan industri (dunia kerja). Dari aspek filosopis dan
sosiologis, sistem pemagangan muncul untuk menutup gap yang dilahirkan lembaga
pendidikan formal.
Mencermati
aspirasi yang berkembang dikalangan buruh terkait dengan system kerja magang,
beberapa hal yang dapat dilakukan Pemerintah sebagai respon terhadap keberatan
yang ada, antara lain:
1. Regulasi
harus mengatur secara lebih ketat mengenai pembatasan jumlah peserta magang
dalam satu perusahaan. Dalam Pasal 2 Permenaker 36 tahun 2016 disebutkan bahwa
perusahaan dapat merekrut peserta kerja magang maksimal 30 persen dari jumlah
karyawan perusahaan. Jumlah tersebut dianggap cukup besar dan berpotensi
menjadi celah bagi perusahaan "nakal” untuk memanfaatkan sistem magang untuk
tujuan tertentu.
2. Batasan
waktu lamanya pelaksanaan kerja magang perlu ditinjau kembali. Dalam Permen
diatur bahwa waktu pemagangan paling lama 1 tahun. Perlu ditinjau kembali kemungkinan
dilakukan pemangkasan waktu magang menjadi paling lama 6 bulan untuk
menghindari munculnya kesan adanya misi lain (hidden agenda) dari perusahaan selain untuk tujuan
pemagangan itu sendiri. Dalam hal ini apabila perusahaan masih ingin
menggunakan tenaga kerja magang tersebut setelah 6 bulan masa magang, maka perusahaan wajib mengangkat yang bersangkutan sebagai pekerja (karyawan) dengan hak-hak sebagaimana diatur dalam aturan
perundang-undangan.
3. Perlu
ada pengetatan syarat batas umur, pendidikan dan persyaratan peserta magang lainnya.
Artinya peserta magang lebih diperuntukkan bagi para fresh graduate yang siap
masuk ke bursa kerja akan tetapi belum mempunyai kompetensi dan keterampilan
yang dibutuhkan industri, bukan para pencari kerja yang sudah mempunyai
pengalaman kerja sebelumnya atau yang sedang menganggur. Dalam Pasal 4 Permener 36 tahun 2016 hanya mengatur
batasan umur termuda yang bisa mengikuti pemagangan dan belum mengatur batasan
umur tertua. Pembatasan umur tertua menjadi relevan agar mencegah perekrutan
peserta magang bagi pencari kerja yang sudah berpengalaman.
4. Regulasi
harus memberikan tanggungjawab yang lebih kuat kepada perusahaan untuk memberikan
prioritas kepada peserta magang untuk bekerja sebagai pekerja paruh waktu atau penuh diperusahaannya pasca pelaksanaan magang;
dan
5. Yang tak kalah pentingnya
adalah menindak tegas perusahaan yang terindikasi memanfaatkan kelemahan regulasi
sebagai celah untuk memanipulasi perekrutan peserta magang diluar dari tujuan sistem magang itu sendiri.
Comments
Post a Comment