Skip to main content

Pengalaman Berpuasa Di Negeri Orang

Tak terasa masa terus bergulir dengan cepatnya, merubah anak kecil jadi remaja, dewasa, bahkan tua dan meninggal. Masa itu pulalah yang mengantarkan saya dan keluarga hingga tahun ini tak terasa kami telah tiga kali mengalami ibadah puasa di perantauan, Australia. Rasa rindu akan kampung halaman selalu saja menggelayut di hati setiap kali memasuki bulan Ramadhan yang penuh berkah. Rindu akan suasana kehidupan Ramadhan yang terasa dimana-mana, mulai dari kegiatan pawai menyambut Ramadhan yang sudah menjadi rutinitas tahunan sampai kepada kegiatan-kegiatan keagamaan di Masjid-Masjid, Mushalla dan Surau yang tidak pernah sepi dari kegiatan rutin, seperti shalat 5 waktu, tarawih, buka puasa bersama, ceramah dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya.
Agak susah mendapatkan suasana kehidupan yang penuh religius di Negeri seperti Australia. Meskipun berbagai organisasi masyarakat muslim menggelar berbagai kegiatan, tetap saja tidak bisa menghapus kerinduan akan suasana religius yang sangat terasa selama bulan Ramadhan di kampung halaman.
Menjalankan ibadah puasa di negeri “sekuler” seperti Australia menjadi tantangan tersendiri. Tidak salah kalau ada seorang ustadz yang mengatakan bahwa orang yang benar-benar mampu menjalankan puasa di Australia mempunyai “nilai plus” ketimbang mereka yang melaksanakan puasa di negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim, seperti Indonesia. Alasannya karena tingkat godaannya lebih tinggi. Biasanya di kampung halaman selama sebulan penuh, rumah-rumah makan dilarang buka di siang hari. Rutinitas hiburan malam juga secara sadar meliburkan diri atau mengurangi kegiatan selama bulan Ramadhan. Di negeri seperti Australia, aturan-aturan tersebut tidak berlaku. Tidak ada suasana yang berbeda antara bulan Ramadhan dengan bulan-bulan lainnya. Restoran dan tempat-tempat hiburan berjalan seperti biasa, orang-orang yang tidak berpuasa bisa makan sepuas-puasnya ditempat-tempat yang terbuka tanpa harus berpikir bahwa ada umat Islam yang sedang berpuasa. Teman kuliah atau teman se kantor yang non muslim atau banyak diantara mereka yang mengaku tidak punya agama juga tidak ada perasaan malu atau risih makan disamping atau dihadapan kita.
Puasa kali ini di Australia sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, apalagi kalau saya bandingkan dengan pengalaman saya berpuasa pada tahun 2002-2004 yang lalu ketika saya sedang mengambil program Master. Tahun ini Ramadhan jatuh pada penghujung musim dingin untuk belahan dunia selatan. Dimusim dingin, waktu siang hari lebih pendek daripada waktu malam hari sehingga jarak antara Imsak dengan waktu berbuka puasa relatif pendek. Untuk hari pertama puasa misalnya, Imsak jatuh pada pukul 05.34 pagi dan waktu Magrib atau buka puasa jatuh pada pukul 05.44. Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan waktu puasa ketika saya tinggal di Australia 8 tahun yang lalu. Karena Ramadhan tahun itu bertepatan dengan Musim Panas (Summer), selain cuaca relatif panas, jarak waktu Imsak dan buka puasa juga cukup panjang. Seingat saya, saat itu Imsak biasanya dimulai sekitar pukul 03.00 dini hari dan buka puasanya sekitar 09.30 malam. Dalam cuaca yang relatif panas, kecenderungan orang keluar rumah menggunakan pakaian yang sangat minim. Lagi-lagi menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi kaum Adam untuk benar-benar “mempuasakan” mata. Karena tahun ini cuaca masih cukup dingin, orang keluar rumah pun biasanya menggunakan pakaian yang lebih tertutup.

Bersambung ……

Comments

Popular posts from this blog

Tak Jadi Santap Siang Bareng Presiden

Meraih emas kategori the best speakers (pembicara terbaik) pada ajang National School Debating Championship (NSDC) di Palu, Sulawesi Tengah pada 10–16 Agustus, bisa mengobati kekecewaan Agung Aulia Hapsah. Pasalnya, pelajar SMA 1 Tanah Grogot, Kabupaten Paser itu, harus merelakan kesempatan emas bertemu Presiden Joko Widodo. Pada saat bersamaan, Agung yang cukup terkenal sebagai salah satu YouTuber tersebut mendapat undangan makan siang bersama Presiden di Istana Negara bersama YouTuber nasional lainnya, seperti Arief Muhammad, Cheryl Raissa, dan Natasha Farani. Ali Hapsah, ayah Agung membenarkan hal itu. Pasalnya, Agung harus terbang ke Palu untuk mewakili Kaltim.  “Agung adalah salah seorang yang diundang Pak Presiden. Tapi tak bisa hadir, karena harus mengikuti lomba debat bahasa Inggris di Palu,” kata Ali Hapsah. Meski demikian, pria ramah itu mengaku bangga karena karya-karya Agung khususnya di bidang sinematografi, mendapat perhatian dari presiden. “Ap...

Agung Hapsah, Vlogger Muda Paser yang Menasional: Bikin Video Lucu, Viewer Sampai Ratusan Ribu

YouTuber, debater, dan filmmaker. Itulah identitas yang terpampang di akun YouTube Muhammad Agung Hapsah. AGUNG Hapsah. Sosok yang sangat familiar bagi pengguna YouTube. Ketik saja namanya di kolom pencarian situs berbagi video itu. Anda akan menemukan barisan video pendek yang semua inspiratif, lucu, menghibur. Lebih lagi, video yang ditayangkan tidak menyudutkan pihak lain. Pada slot bagian atas laman koleksi videonya di YouTube, ada Agung Hapsah dengan foto hitam putih. Berkacamata. Melirik ke kiri atas. Di bawah namanya tertulis 54 video --saat dibuka kemarin (13/6) pagi. Di bagian bawah lagi, video pendek karyanya berderet. Ada #ArapMaklum w/Agung Hapsah, GO-VIDEO 2016_ Lebih dari Transportasi, dan SALAH PRANK. 6 Fakta Unik tentang Agung Hapsah, dan JOMBLO yang melengkapi urutan lima besar deretan videonya. Tak ketinggalan, ada juga video berjudul Tips Cerdas Memanfaatkan YouTube ala Agung Hapsah. Video ya...

Conducting Community Development Work in Developing Countries

INTRUDUCTION In the last two decades, countries throughout the world including developed and developing countries were faced the dramatic impacts of global reformation. This new restructuring suggest that we are moving rapidly from the era of the nation states toward a global community dominated by regional market economies and growing interdependence. It has become routine for international observers to point out the surprising changes have taken place in all aspect of global life politically, economically, socially and even culturally. However, a real "new world order" remains mysterious. While experts may claim the global spread of democracy, political and economic instability has reached an unparalleled level. Among developing countries remain experience economic crisis. The gap between rich and poor has doubled in the past three decades, so that we now live in a world in which 20% of its people consume more than 80% of its wealth. During the 1980s, per capita incom...